MATARAM radarntb.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Mataram Kemenkes RI gelar pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma bagi Dokter dan pengelola program.
Patihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma ini berlangsung selama 4 hari, mulai tanggal 18 hingga 21 September 2023.
Tempat yang dipilih oleh Dinkes Lobar dan Bapelkes Mataram Kemenkes RI sebagai tempat pelaksanaan pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma ini ialah Five Hotel yang ada di Jalan Langko Kota Mataram.
Peserta yang mengikuti pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berjumlah 30 orang, terdiri dari Dokter dan diutamakan pengelola program PTM.
Pelatihan Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab. Lotim Bapak dr Pathurrahman, SKM.,MAP.
Ia bersyukur kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik, terlebih ada Bapelkes Mataram Kemenkes RI yang memback up pelatihan ini.
“karena Bapelkes Mataram adalah salah satu UPT Kemenkes RI yang sudah terakreditasi, maka pelatihan ini menjadi terakreditasi,” ungkapnya.
“kami bersyukur ada balai pelatihan yang sudah terakreditasi di NTB ini, sehingga kita tidak capek-capek cari lembaga pelatihan yang sudah terakreditasi, terlebih Bapelkes Mataram berada langsung dibawah Kementerian Kesehatan,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Balai Pelatihan (Bapelkes) Mataram Kemenkes RI Ali Wardana berharap, setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melatih dokter dan tenaga medis lainnya dalam pencegahan dan pengendalian Asma dan PPOK di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pratama (FKTP) atau Puskesmas.
Hal ini juga sebagai upaya percepatan capaian indikator Renstra tahun 2020-2024 terkait skrining Penyakit Tidak Menular prioritas, khususnya PPOK Direktorat P2PTM.
Dijelaskan, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.
Mereka sering mengalami gangguan pernapasan yang berat, seringnya eksaserbasi, komorbid yang dapat menyebabkan buruknya kualitas hidup dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Menurut data penyebab kematian menunjukkan bahwa Penyakit Tidak Menular mendominasi, dia berkata pada peringkat ke-10 urutan teratas penyebab kematian pada semua kelompok umur.
Saat ini PPOK sebagai peringkat keempat dalam kontribusi penyebab kematian dan diprediksi akan meningkat menjadi peringkat ketiga pada 20 tahun kedepan.
Upaya ini dilakukan melalui kegiatan deteksi dini dan diagnosis PPOK secara terintegrasi dan fokus pada faktor risikonya, melalui “Community Based Interventions and Development”‘.
Hal tersebut harus didukung oleh sistem rujukan dan regulasi memadai, dengan kerjasama lintas profesi dan keilmuan, lintas program, kemitraan, lintas sektor, pemberdayaan swasta/ industri, dan kelompok masyarakat madani.
Deteksi dini akan dilakukan pada kelompok individu berisiko tinggi dan masyarakat secara aktif baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di tatanan masyarakat.
“dari awal sampe akhir pelatihan bisa berjalan dengan lancer dan seluruh peserta dapat mengikuti kegiatan pelatihan sehingga semua peserta dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan Sertifikat,” pungkansya.