google-site-verification=ifJPc0uzRA4Y4Fdt8VWeGvttPAD7V18nkgstdtOyxms

Quo Vadis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Oleh Prof Asikin

Quo Vadis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Oleh Prof Asikin

  • Bagikan

Opini Quo Vadis Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) Ini ditulis Oleh Prof. Dr. Zainal Asikin, SH,SU salah satu pakar hukum yang ada di Nusa Tenggara Barat.

A. WEWENANG MENGAWASI LEMBAGA ASURANSI
Pasca diundangkan Undang-Undang OJK (UUNo. 21 Tahun 2011 0 telah terjadi peralihan fungsi pengaturan dan pengawasan Perusahaan Asuransi dari Menteri Keuangan yang beralih ke OJK. Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang OJK berbunyi sebagai berikut:

“Sejak tanggal 21 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuagan ke OJK.

Otoritas Jasa Keuangan, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian.

Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional. Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip- prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungajawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Pasal 30 UU OJK menentukan bahwa , untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi :

a. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;

b. Mengajukan gugatan;

1) Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau

2) Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan merugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang- undangan di sector jasa keuangan. Hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.

Persoalan sosiolosisnya, apakah memang benar OJK telah melaksanakan fungsinya sebagaimana diatur dalam UU OJK yang benar benar telah melakukan pengawsan terhadap praktik Lembaga keuangan seperti Perasuransian dan membela kepentingan rakyat atau konsumen yang di rugikan ?

B. KEGAGALAN PENGAWASAN

Jika OJK benar benar telah melaksanakan fungsinya dengan baik tentunya tidak akan membutuhkan waktu lama untuk mengetahu bahwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami pengelolaan yang tisak sehat dan mengancam kerugian negara mencapai tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019, sehingga Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Begitupula dengan Asuransi Asabri yang mengalami kerugian negara tembus Rp 23,7 triliun .

Pertanyaanya, kemana saja OJK selama ini, sejak didirikan tahun 2011 sampai 2019 baru mengetahui adanya korupsi dan membuiarkan kondisi kedua perusahaan asuransi sampai demikian buruk pengelolaannya.

Jika dilihat dari tugas OJK yang bertugas dan bertanggung jawab mengawasi lembaga perasuransian, jelaslah betapa OJK telah gagal melakukan deteksi dini terjadinya prakrik praktik curang dalam lembaga perasuransian di Indonesia.

Sebenarnya praktik praktik curang lembaga Asuransi di Indonesia saat ini masih terjadi di perusahaan Asuransi di Indonesia, hanya saja rakyat kecil atau konsumen tidak berdaya melawan perusahaan Asuransi yang licik tersebut.

Dan kelicikan itu bukan tidak diketahui oleh OJK, terutama di daerah daerah. Karena banyak keluhan dan laporan yang disampaikan masyarakat kecil di daerah merasa ditipu dengan praktik Perusahaan Asuransi tersebut, tetapi masyarakat pasrah terhada nasibnya, terutama ketika melakukan claim atas ganti rugi atas resiko yang dihadapi yang jumlanya yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dalam kasus hukum yang terjadi yang dihadapi oleh konsumen ibu rumah tangga bernama Ibu AIDA MUSFIAH yang berusaha memperjuangkan haknya atas cliem asuransi karena meninggal dunia.

Namun PT.AIA tidak memberikan santunan sebagaimana yang tertuang dalam Polis.

Aida Musfiah kemudian mengajukan surat perlindungan ke OJK NTB atas perlakuan yang dialaminya, Anehnya OJK sama sekali tidak menjawab dan memberikan perlindungan dan atau menegur perlakukan dari PT.AIA.

Tetapi justru yang nampak betapa OJK terlihat mesra dan membela PT.AIA di Persidangan Pengadilan Negeri Mataram dalam Perkara No.60?Pdt.G/2019/PN.Mtr.

Ketika perjuangan Ibu Aida Musfian berhasil memenangkan gugatannya sampai Mahkamah Agung dengan No. Perkara No.557.K/Pdt/2021, ternyata bukannya OJK menasihati dan meminta PT,AIA mentaati putusan Mahkamah Agung. Tetapi justri OJK yang melakukan “ Peninjauan Kembali (PK) “, sementara Pihak yang terhukum (PT,AIA) tidak mengajukan PK.

Akhirnya putusan Mahkamah Agung tidak bisa di eksekusi. Jelaslah betapa OJK sama sekali tidak membela rakyat atau konsumen.

C. KESIMPULANNYA

Beranjak dari pengalaman dan praktik hukum yang terjadi di tengah masyarakat, jelaskan bahwa OJK sebagai lembaga yang diharapkan melakukan pengawasan terhadap praktik curang lembaga Asuransi belum berjalan dengan baik, dan fungsi OJK untuk turut serta melindungi konsumen telah gagal dilakukan.

Perlu upaya reformasi terhadap kelembagaan baik secara substansi dan kultural di Lembaga OJK agar memiliki independensi dan kewibawaan yang lebih kuat sebagaimana lembaga negara negara lainnya seperti BPK, KPK dan yang lainnya sehingga perannya yang mencegah terjadinya kerugian masyarakat dapat di antisipasi lebih dini.

  • Bagikan
Exit mobile version