google-site-verification=ifJPc0uzRA4Y4Fdt8VWeGvttPAD7V18nkgstdtOyxms Cerita Maningka Jaya Salah Satu Tokoh Pembangunan BIL KEK dan Sirkuit

Cerita Maningka Jaya Salah Satu Tokoh Pembangunan BIL KEK dan Sirkuit Mandalika

  • Bagikan

LOMBOK BARAT – Cerita tentang Purnawirawan Polisi Kombes Pol Dewa Putu Maningka Jaya salah satu tokoh yang berperan dalam pembangunan BIL KEK dan Sirkuit Mandalika, banyak dikenal masyarakat, terutama saat pembebasan lahan untuk pembanguan sejumlah Mega proyek di Lombok Tengah itu.

Cerita berawal dari pembangunan bandara di Kabupaten Lombok Tengah yang awalnya bernama Bandara Internasional Lombok (BIL) kemudian berubah menjadi Bandara Internasional ZAM itu sempat diwarnai bentrok antara warga dan Polisi.

Peristiwa bentroknya warga dengan Polisi untuk pembangunan bandara di Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah itu terjadi pada tahun 205 silam.

Saat itu yang menjabat sebagai Kapolres Lombok Tengah adalah Komisaris Besar Purnawirawan Polri Dewa Putu Maningka Jaya, saat itu masih berpangkat AKBP.

Sementara yang menjabat sebagai Bupati Lombok tengah saat terjadinya konflik pembangunan bandara di Tanak Awu pada tahun 2005 tersebut, yakni Lalu Wirat Maja atau yang lebih dikenal dengan nama Mamiq Ngoh.

Sejak saat itu kedua tokoh ini, kerab disebut sebagi orang yang juga mempunyai peran besar dalam pembangunan bandara bertaraf internasional di Lombok Tengah itu, terutama Dewa Putu Maningka Jaya.

Selaku Kapolres di Lombok Tengah, Dewa Putu Maningka Jaya yang paling berperan saat itu, sebab dia yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Beredar video tentang dirinya saat duduk bersama dengan warga Tanak Awu untuk melakukan negosiasi dan memberikan pencerahan kepada warga Tanak Awu, sebelum terjadi bentrok.

Tak hanya itu, saat bentrokan terjadi, Dewa Putu Maningka Jaya langsung memimpin anggotanya menghadapi masa yang mengamuk.

Ditemui media ini, Rabu (23/3/2022) di Villa Arya Guna, Jl Bukit Batu Layar
Komplek The Hill No 86, Dewa Putu Maningka Jaya menceritakan bahwa, saat itu 45 orang anggotanya terluka akibat amukan masa.

Tak hanya itu, dia juga kehilangan jabatan sebagai Kapolres di Lombok Tengah, itu semua akibat berita miring yang diterima atasannya, terkait peristiwa bentrok tersebut.

“kala itu anggota saya 45 orang terluka terkena lemparan batu dan panah, saya pun dievaluasi karena pimpinan salah terima info, namun setelah diperiksa, saya tidak terbukti bersalah, wanita yang terlihat diseret dalam video maupun foto itu, kita mau menyelamatkan dia, agar tidak terkena lemparan batu dan tombak,” jelas Jaya panggilan akrab Dewa Putu Maningka Jaya ini.

Cerita bentroknya Polisi dengan Warga di Tanak Awu, Lombok Tengah itu tersebar dimana-mana, dan membuat keadaan sangat mencekam.

Awal mula terjadinya bentrokan ketika Polisi dari Polres Lombok Tengah hendak membubarkan warga yang akan mengikuti kegiatan Serikat Tani Indonesia.

“Kegiatan tersebut tidak memiliki izin lokasi, saya tidak diberitahu kalau ada acara di tempat itu, lantas kami bubarkan,” tuturnya.

Sebelumnya, Maningka Jaya melihat banyak batu dan senjata tajam yang dibawa warga secara sembunyi-sembunyi yang ditaruh dibawah alas tempat duduk mereka.

Hal itu membuat Maningka Jaya harus menyiagakan personel, untuk mengantisipasi kalau terjadi bentrok.

Namun sebenarnya dia tidak ingin bentrokan itu terjadi, untuk itu, sebelumnya Maningka Jaya duduk bersama warga, melakukan dialog untuk memberikan pemahaman kepada warga, namun hal itu tak digubris, sehingga terjadilah bentrok.

Jauh hari sebelumnya, Maningka Jaya juga telah turun melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada warga terkait pembangunan bandara, bahkan dia juga telah mendidik sejumlah warga menjadi Satpam di Bandara, namun bentrokan tak bisa terhindarkan.

Kejadian itu, tidak membuat Maningka Jaya dibenci warga Lombok Tengah, khususnya Tanak Awu, hingga saat ini, dia kerab dipanggil Panglima oleh Warga setempat.

“seringkali ketika ada demonstran, mereka menyebut tiga nama, yakni Srinata, Mamiq Ngoh dan Saya sebagai Panglima,” jelasnya.

Memang kala itu, tiga Nama tersebut menjadi pejabat yang langsung bersentuhan dengan Mega Proyek tersebut.

Lalu Srinate sebagai Gubernur Kala Itu, Mamiq Ngoh sebagai Bupati di Lombok Tengah dan Maningka Jaya selaku Kapolres yang terjun langsung di lapangan.

“Begitu saya menjabat sebagai Kapolres di Lombok Tengah, Mamiq Ngoh sempat bilang kepada saya, bahwa kita akan bangun dua Sekolah Besar di Loteng dan Satu Bendungan yakni dam Mujur, dan satunya lagi, Bandara Internasional,” ungkapnya

Sebelumnya, dia sempat ngobrol dengan Mamiq Ngoh kala itu, bahwa, Lombok Tengah bisa maju apabila ada proyek besar yang di bangun.

“kala itu Hotel cuma 2 di Loteng, makanya saya ngobrol dengan Mamiq Ngoh, Lombok Tengah baru bisa maju, kalau ada proyek besar yang di Bangun, lantas Mamiq Ngoh menceritakan niatnya yang akan membangun dua Sekolah Besar, Satu Bendungan di Mujur. karena Bendungan Batu Jai tidak bisa mengairi semua Sawah di Loteng justru lebih besar Manfaatnya di Lombok Barat, dan satunya lagi Bandara, KEK juga sempat di singgung namun itu proyek jangka Panjang,” katanya.

Ditanya soal siapa yang paling berperan atau yang cocok dikatakan Pahlawan dalam pembangunan BIL, KEK dan Sirkuit Mandalika, dia bingung, sebab semua punya peranan masing masing.

Namun yang perlu diketahui adalah Maningka Jaya sempat kehilangan jabatan gara-gara pembangunan proyek itu, bahkan nyawanya juga terancam karena Proyek tersebut, sebab warga taunya dia Bentrok dengan Polisi dan yang menjabat sebagai Kapolres kala itu di Lombok Tengah adalah dirinya.

Cerita Maningka Jaya tidak berhenti di Situ, entah apa yang menjadi pertimbangan atasannya, saat pembebasan lahan untuk Pembangunan KEK dan Sirkuit Mandalika dia lantas diberi tugas sebagai Karo Ops di Polda NTB.

Hal itu, membuatnya harus kembali berurusan dengan Masalah warga di Lombok Tengah, khususnya di Kuta Mandalika.

Sudah pensiun pun Maningka Jaya masih dimanfaatkan tenaganya, dia lantas mendapat perintah menjadi bagian dari ITDC untuk menyukseskan pembangunan di KEK, termasuk Sirkuit Mandalika.

Kehidupan yang dia jalani, membuatnya punya nama dimata Masyarakat sebagai Panglima pembangunan dua mega proyek di Lombok Tengah.

“hingga saat ini, kalau saya bertemu dengan orang-orang yang bentrok dengan saya kala itu, memanggil saya panglima, pada dasarnya saya tidak menginginkan hal itu, mungkin sekarang sudah dirasakan perubahannya berkat adanya Bandara dan KEK, warga lantas sadar manfaat dari semua ini, sehingga sekarang kami akrab dengan mereka, bahkan sebagain orang sering datang ke rumah saya untuk ngopi bareng,” pungkasnya. (Mn*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *