google-site-verification=ifJPc0uzRA4Y4Fdt8VWeGvttPAD7V18nkgstdtOyxms

Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Intip Peluang Tambahan PAD dari Ekspor BBL - Radar NTB

Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Intip Peluang Tambahan PAD dari Ekspor BBL

  • Bagikan
Muslim
Muslim

MATARAM, radarntb.comKeran ekspor untuk Benih Bening Lobster (BBL) melalui Permen KP Nomor 7 Tahun 2024. Peraturan tersebut membuat penangkapan dan penjualan BBL menjadi diperbolehkan.

”Sudah boleh untuk itu,” ungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB Muslim.

Berdasarkan regulasi tersebut, ada peran untuk pemprov. Salah satunya membagi kuota penangkapan BBL kepada kelompok usaha bersama (KUB) maupun koperasi. Juga menetapkan KUB mana yang boleh dan berapa banyak BBL yang ditangkap.

Kemudian, pemkab memiliki peran administrasi. Yakni mengeluarkan surat keterangan asal (SKA) BBL. Ini dibutuhkan untuk pelacakan produk asal hasil tangkapan nelayan.

Sementara itu, berkenaan dengan proses penjualan BBL, tetap berada di bawah kendali KKP melalui BLU yang membidangi perikanan budi daya. Di sini, nelayan juga harus membayar pungutan sumber daya alam, melalui skema Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Ini jelas masuk ke kas negara,” ujarnya.

Lantas, bagaimana dengan nasib daerah penghasil? Untuk hal ini, DKP NTB telah memikirkan mekanismenya. Itu nantinya akan termuat di sebuah peraturan gubernur (pergub). “Kami sedang godok regulasinya,” terang Muslim.

Caranya, dengan memungut denda admistrasi kepada nelayan atau pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan yang berkaitan dengan ekspor BBL. Namun, nominalnya akan dihitung lebih detail lagi.

Bisa juga dengan cara lain. Yakni pemprov mendapatkan PAD dari pungutan nilai tambah pemanfaatan sumber daya alam yang ada di bawah kewenangannya, berupa pungutan sesuai kuota tangkap. Adapun total kuota tangkap BBL untuk NTB di tahun ini mencapai 8 juta BBL.

Dirinya mencontohkan, jika NTB mengikuti cara Lampung yang menetapkan nilai tambah penjualan BBL sebesar Rp 500, dikalikan dengan total 8 juta kuota tangkap dalam setahun, daerah bisa mengantongi PAD Rp 4 miliar.

Realisasi untuk NTB, masih dalam proses diskusi. “Berapa nilai tambah itu, bisa Rp 500 per ekor atau bisa di bawah itu, namun yang pasti kita sedang pikirkan agar daerah juga mendapatkan PAD dari sektor ini,” kata Muslim.

Muslim sendiri optimis kebijakan ini tidak akan memberatkan. Apalagi merugikan nelayan. Sehingga nanti pemprov maupun nelayan bisa sama-sama mendapatkan manfaat dari regulasi baru tersebut.

  • Bagikan
Exit mobile version