LOMBOK UTARA radarntb.com – Masyarakat Banjar Serbaguna, Dasan Baro, Desa Bentek Lombok Utara laksanakan ritual tolak bala meriri gumi (perbaiki bumi/red). Al-Quran kuno berusia ratusan tahun dibuka.
Ritual tolak bala meriri gumi merupakan acara yang dilaksanakan lima tahun sekali oleh warga setempat.
Kegiatan ini adalah bentuk ungkapan rasa terima kasih dan syukur masyarakat kepada Sang Pencipta atas segala barokah yang diberikan kepada mereka.
Hal ini bertujuan guna meminta kepada Allah agar masyarakat dan wilayah mereka dilindungi dan dihindarkan dari berbagai macam bahaya dan penderitaan.
Awalnya, tradisi ritual ini dilakukan dua kali setiap tahun yang disebut Rowah Taon yang diselenggarakan pada musim hujan dan Rowah Balit pada musim kemarau.
Pada dasarnya, ritual ini adalah ajang mempererat silaturahmi antar anggota banjar atau masyarakat.
Namun, pada perkembangannya, sepuluh tahun terakhir ritual ini dilakukan hanya sekali dalam lima tahun.
Pada ritual ini, Al-Quran yang berusia ratusan tahun yang dijadikan pusaka dibuka, dibersihkan kemudian dibaca.
Setelah pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran tersebut, pemangku adat kemudian membersihkan tombak, sebagai senjata.
Menurut Ketua Masyarakat adat setempat, Sugianto, secara historis, dari dua pusaka ini Al-Quran lah yang berada di banjar tersebut lebih dahulu.
Kemudian, setelah beberapa lama, tombak yang didapat seorang pertapa itu datang sebagai warisan pusaka masyarakat banjar Dasan Baro.
“Filosofinya ini, kitab ini (Al-Quran) datang lebih awal, sebagai pegangan dan pedoman. Setelah itu barulah muncul senjata (tombak). Jadi kita harus berilmu dulu, baru memegang senjata. Agar senjata tersebut digunakan dengan bijak,” jelasnya, sembari menjelaskan latar sejarah masyarakat lama yang akrab dengan perjuangan, Kamis (14/9/23).
Dua pusaka ini kemudian dijaga oleh dua unsur berbeda, Al-Quran tua yang diketahui merupakan tulisan tangan dan bersampul kulit unta tersebut dijaga oleh penghulu, sementara tombak tersebut dijaga oleh pengaman banjar yang pertama bernama Amaq (bapak) Mudisah, dan secara turun temurun dijaga oleh keturunannya.
“Tombak ini, saat ini dijaga keturunan Amaq Mudisah,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Banjar Dasan Baro Asdianto menyebutkan, pusaka berupa Al-Quran dan tombak tersebut kerap dikeluarkan dan dibawa berkeliling kampung ketika terjadi bencana, misalnya seperti saat terjadi bencana Gempa 2018 di Lombok Utara.
“Ini sering kita keluarkan dan dibawa berkeliling kampung terutama saat terjadi bencana. Pusaka ini tidak sembarangan bisa kita keluarkan ada aturan-aturannya,” jelas Asdianto.
Ritual adat dan pusaka-pusaka tersebut merupakan warisan budaya yang dapat diteliti untuk dijadikan berbagai khasanah ilmu pengetahuan yang bersumber dari kearifan lokal.
Kepala Desa Bentek, Warna Wijaya menegaskan, pihaknya berkomitmen menjaga adat dan budaya tersebut. Ia juga berharap agar generasi muda memiliki rasa cinta terhadap kearifan lokal yang sudah terbangun sejak dahulu.
“Kami harap pemuda-pemuda ini memiliki rasa tanggung jawab untuk. melestarikan budaya kita di sini. Semua ini merupakan kekayaan sejarah kita bersama,” ujar Warna Wijaya. (Ten*)