MATARAM, radarntb.com – Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru segera disahkan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama seluruh pemerintah kabupaten/kota se-NTB, dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, secara resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau Perjanjian Kerja Sama (PKS) strategis.
Kerja sama ini berfokus pada penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana, sebagai persiapan NTB menyambut implementasi penuh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada tahun 2026 mendatang.
Penandatanganan dilakukan di Pendopo Gubernur NTB pada Rabu (26/11/2025). Acara tersebut turut dihadiri dan disaksikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.
Dalam sambutannya, Jampidum Asep Nana Mulyana menjelaskan bahwa penerapan pidana kerja sosial ini akan disesuaikan dengan nilai-nilai lokal setiap daerah, merujuk pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang leaving law dan RPP tentang kearifan lokal.
“MoU ini memastikan bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial akan memenuhi kualifikasi profesional melalui kolaborasi antarinstansi yang terlibat,” ujar Asep.
Ia menegaskan, skema pidana kerja sosial bertujuan ganda, antaranya Mengurangi kepadatan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Memulihkan pelaku agar dapat kembali berkontribusi positif di tengah masyarakat, sejalan dengan pendekatan hukuman yang restoratif dan humanis.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menyampaikan dukungan penuhnya terhadap inisiatif ini. Menurutnya, hukuman sosial diyakini memberikan efek jera yang lebih kuat, terutama bagi residivis.
Gubernur Iqbal berpandangan bahwa tekanan moral dari hukuman sosial jauh lebih berat dibandingkan hukuman badan di penjara.
“Saya menduga rasanya akan lebih berat sebetulnya orang itu kalau dihukum dengan kerja sosial daripada di penjara, hukuman sosial ini jauh lebih berat,” kata Gubernur Iqbal.
Ia menjelaskan, pelaku yang menjalani hukuman sosial harus berinteraksi dengan masyarakat dalam seragam yang menunjukkan statusnya, sehingga dampak sanksi sosial akan lebih terasa.
Dalam konteks pelaksanaan di lapangan, Gubernur Iqbal juga menyoroti perlunya memperluas ruang lingkup kerja sosial. Ia berharap pelaksanaan pidana kerja sosial tidak hanya terbatas pada sektor pemerintahan.
“Ke depan harusnya pekerja sosial ini tidak hanya bekerja sosial di sektor pemerintahan, tetapi juga di NGO, di LSM-LSM,” paparnya.
Gubernur menambahkan, NTB memiliki jaringan sosial yang kuat yang dapat dimanfaatkan, seperti LKKS (Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial) dan LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) yang menaungi berbagai panti asuhan dan lembaga sosial.
MoU/PKS ini menjadi fondasi penting bagi NTB untuk mengedepankan pendekatan hukuman yang humanis dan progresif, sejalan dengan semangat pembaruan dalam KUHP Nasional.













