MATARAM radarntb.com – Balai Patihan Kesehatan (Bapelkes) Mataram Kemenkes RI gelar pelatihan pengelolaan layanan penyakit Hepatitis B angkatan 2 dan 3.
Pelatihan ini berlangsung secara daring dan Luring selama 7 hari mulai tanggal 17 hingga 25 Oktober 2023.
Pelatihan secara daring dengan menggunakan aplikasi Zoom berlangsung selama 4 hari terpusat di Bapelkes Mataram, mulai tanggal 17 hingga 20 Oktober 2023.
Sementara pelatihan secara klasikal atau luring berlangsung selama 3 hari di Hotel Lombok Plaza Kota Mataram, mulai tanggal 23 sampai dengan 25 Oktober 2023.
Peserta yang mengikuti pelatihan ini berjumlah 29 orang untuk angkatan 2, dan 30 orang untuk angkatan 3.
Peserta dalam pelatihan ini berasal dari sejumlah Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Terdiri dari Dokter, Bidan, Perawat, Analis Kesehatan, ahli laboratorium kesehatan dan pengelola program di Dinas Kesehatan masing-masing Kabupaten/Kota.
Kepala Bapelkes Mataram Kemenkes RI Ali Warna mengatakan, pelatihan ini penting dilaksankan sebab Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih menjadi masalah di Indonesia, karena prevalensi dan risiko komplikasinya cukup tinggi.
Dijelaskan, Hepatitis adalah proses peradangan sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit) obat-obatan, konsumsi alkohol, lemak yang berlebihan dan penyakit autoimmune.
“Virus Hepatitis merupakan penyebab penyakit hepatitis terbanyak,” jelas Ali.
Ada beberapa jenis penyakit hepatitis yang disebabkan virus ini yaitu A, B, C, D, dan E.
Hepatitis A dan E sering muncul sebagai KLB yang biasanya ditularkan secara fecal oral, dan orang yang terinfeksi hepatitis ini dapat sembuh.
Sedangkan untuk hepatitis B, C dan D ditularkan secara parenteral dapat menjadi kronis, yang dapat menimbulkan sirosis dan kanker hati.
Hepatitis B dan C merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia, termasuk di Indonesia.
Infeksi virus hepatitis B dan C kronik menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang besar, mengingat infeksi kronik dapat mengakibatkan sirosis, kanker hati, dan kematian.
Infeksi hepatitis B dan C di Asia Tenggara menyebabkan 81% kematian dan penyebab utamanya adalah kanker hati.
“Sirosis dan kanker merupakan penyakit katastropik yang membutuhkan biaya tinggi,” terang Ali.
Di Asia Tenggara, diperkirakan ada sekitar 60 juta (45-121 juta) orang yang hidup dengan hepatitis B kronis dan 10 juta (8,0–17,8 juta) orang yang hidup dengan hepatitis C kronis.
Di Indonesia sendiri, virus hepatitis B dan C merupakan penyebab terbanyak kronik, sirosis, kanker hati, dan kematian terkait penyakit hati.
“kematian akibat sirosis merupakan empat penyebab kematian terbesar di Indonesia,” tegasnya.
Mengingat besaran masalah penyakit ini dan dampak yang serius terhadap kesehatan masyarakat, maka Indonesia sejak tahun 1992 telah melakukan imunisasi hepatitis B bagi bayi baru lahir.
Upaya imunisasi bagi bayi yang baru lahir efektif untuk melindungi bayi tersebut dari virus ini sekitar 95%.
Namun kata Ali, apabila ibu hamil mempunyai HBsAg positif maka bayi yang dikandungnya perlu dilindungi dengan pemberian HBIG segera setelah bayi tersebut dilahirkan (<dari 24 jam,red).
Selain itu pengobatan untuk ibu hamil dengan antivirus disamping imunisasi juga telah menjadi program nasional.
Indonesia memiliki target eliminasi terhadap penyakit ini tahun 2030 mendatang. Sementara untuk hepatitis C tahun 2040, dan menyusun strategi penanggulangan virusnya.
Strategi penanggulangan penyakit ini, yaitu triple eliminasi mulai dari pencegahan, surveilans penemuan kasus, penanganan kasus, serta dilandasi dengan kegiatan promosi kesehatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan terkait fokus eliminasi penularan penyakit ini kepada ibu hamil dan populasi lain yang mempunyai faktor risiko tertentu, maka petugas di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sebagai garda depan memiliki peran yang sangat penting dan harus kompeten.
Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas pelaksana program ini di FKTP maka dilakukan pelatihan tersebut bagi petugas pelaksana program di FKTP.
Untuk itu, pelatihan ini dilakukan sebagai upaya dalam membekali petugas pelaksana program tersebut dalam melakukan pengelolaan layanan.
Sehingga nantinya mereka dapat memberikan layanan sesuai dengan ketentuan yang akan berdampak pada tujuan eliminasi hepatitis B.
“Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan pengelolaan layanan di FKTP sesuai dengan Petunjuk Teknis Program,” pungkasnya.