PRAYA radarntb.com – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut belanja pegawai di Pemerintahan kabupaten Lombok Tengah (Loteng) tertinggi di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tak tanggung-tanggung, belanja pegawai mencapai 49 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lombok Tengah.
Hal itu diungkapkan Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Johan Dian Patria, Senin, 12 Agustus 2024.
“Belanja pegawai paling tinggi di NTB 49 persen dari APBD, sekitar 1,3 T atau 1,5 T APBD disini,” ungkap Johan usai menggelar rapat bersama Pemda dan Forkopimda Kabupaten Lombok Tengah serta pihak stakeholder lainnya di kantor Bupati setempat.
Menurut Johan, belanja pegawai di Lombok Tengah seharusnya bisa dikurangi secara bertahap hingga bisa mencapai 30 persen.
Salah satunya, terang Johan, dengan cara mengoptimalkan pendapatan daerah. Semisal mengoptimalkan pajak hotel, pajak restoran, pajak bumi dan bangunan serta pajak lainnya.
“Misalkan hotel hotel yang laporkan pajaknya itu benar tidak, jangan hanya terima bersih,” ujarnya.
“Aset aset (Pemda) yang di pihak ketigakan kiranya perlu di cek lagi karena sudah dikerjasamakan tapi tidak dimaksimalkan pemanfataannya,” imbuhnya.
Untuk memaksimalkan penghasilan pajak, Johan menyarankan agar Pemda berkolaborasi dengan Kantor Pajak, sehingga hasil pajak yang masuk ke Pemda Lombok Tengah sebanding dengan yang diterima Kantor Pajak setempat.
Hal itu dari penilaian dia bisa dilaksanakan Pemda Loteng guna mengimbangi belanja pegawai yang memberatkan APBD.
“Duduk barenglah sama KPP salah satunya, dengan KPP langsung ketahuan wah ini anomali ni, kok lapor ke kami besar ke pemda kecil atas objek yang sama, na akan ketahuan,” jelas Johan.
Selain itu, pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD mencapai puluhan miliar, hal ini juga yang membebani APBD sehingga belanja pegawai kian meningkat.
“Disini ada yang bilang 2 M. Kalau dikali 50 anggota dewan jadi seratus miliar, gede kan,” katanya.
Kendati begitu, Johan tidak mempermasalahkan nominal Pokir yang mencapai 2 miliar tersebut. Akan tetapi kata dia, harus disesuaikan dengan situasi keuangan daerah.
“Pokir itu ga salah, tapi hargai proses. Dan selaras dengan RPJMD LKPD, kalau tidak jangan di paksa. Ini bukan proyek, sejalan tidak sama program. Pemda, TPAD harus berani tolak kalau tidak sesuai jangan malah konspirasi, berkolaborasi,” ucapnya.