TANJUNG radarntb.com – Ratusan guru honorer yang tergabung dalam Asosiasi Guru Tenaga Kontrak Honorer (AGTKH) gedor Kantor DPRD Kabupaten Lombok Utara pada Jumat (12/1/2024).
Kedatangan mereka tak lain untuk menanyakan dana insentif honorer yang sudah dianggarkan oleh daerah.
Kendati sudah dianggarkan, terdapat perubahan nominal lantaran dana yang disetorkan oleh AGTKH belum sinkron dengan data Dikbudpora.
Ketua AGTKH Lombok Utara, Andre Supana mengungkapkan, kedatangan guru honorer ini berdasarkan surat undangan DPRD mengingat informasi dibawah mereka tidak bisa menerima nominal insentif tersebut senilai 500 ribu melainkan justru 250 ribu perorang.
Hal ini disebabkan dari total anggaran yang sudah disediakan oleh daerah Rp 6,3 miliar rupanya belum bisa mengakomodir semua personil AGTKH.
“kami juga bahas soal formasi karena berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 66 itu mengatakan akan diselesaikan honorer tahun 2024,” Ungkapnya.
“kalau tidak diselesaikan secara otomatis pengertian kami kita tidak akan kembali ke sekolah kecuali akan dibuka formasi secara umum,” tegasnya.
Menurutnya, terdapat perubahan data yang menjadi persoalan di mana Dikbudpora Lombok Utara mengklaim jumlah guru honorer sebanyak 1.610 orang berdasarkan data dapodik kendati AGTKH mencatat jumlah anggotanya hanya berkisar 1.560 orang.
Artinya jika yang menjadi acuan data AGTKH maka ia mengklaim jumlah dari total anggaran bisa klop dengan estimasi perorangan dapat menerima sebesar 500 ribu perbulan.
“kalau tuntutan ini tidak terpenuhi maka kita akan datangkan massa 10 kali lipat dari yang ini untuk menggedor kantor bupati dan dinas terkait,” kembali secara tegas ia menjelaskan.
“kita perbaiki data dulu supaya sinkron deadline nya paling lambat 3 hari oleh pak ketua tadi masalah besaran kita belum jelas berapa yang akan diterima tapi yang jelas data dulu kami selesaikan,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Lombok Utara, Artadi menjelaskan, pihaknya meminta kepada Dikbudpora dalam waktu 3 hari ini akan bersurat kepada sekolah untuk meminta data yang real supaya sinkron barulah berbicara menyangkut besaran.
Menimbang tuntutan AGTKH sebesar 500 ribu ia menilai dengan total anggaran yang tersedia dibagi dengan jumlah data AGTKH maka akan ketemu angka 410 ribu tiap orang.
Artinya dari tuntutan masih tersisa sekitar 90 ribu dan ini akan dikomunikasikan lagi dengan Pemerintah Daerah supaya apa yang diharapkan guru honorer bisa terealisasi.
“ini yang akan kita diskusikan dengan TAPD bagaimana supaya bisa mengisi kekurangan itu. Tetapi harapan kita supaya bisa dicarikan anggaran supaya cukup 500 ribu,” jelasnya.
Politisi Gerindra ini menilai data AGTKH adalah real, sebab mereka langsung mendata diri dan memahami kondisi yang ada dilapangan.
Sementara Dikbudpora melalui dapodik, biasanya usulan dari laporan bulanan dan tahunan yang notabene bisa berubah sewaktu-waktu.
Setelah nantinya di sinkronkan tinggal disepakati mana data yang akan digunakan dan diatur besaran nominalnya.
“bisa saja kita masih kondisikan karena ada waktu pergeseran anggaran. Ini sangat urgent karena ini berbicara kaitan kesejahteraan bayangkan guru non ASN ini menerima 6 bulan melalui dana BOS nah sekarang kontribusi kita dari daerah ini apa,” katanya.
“selama ini belum ada perhatian pemda ke guru honorer ini, maka hanya ini cara kita supaya bisa memperhatikan guru guru kita. Kalaupun kita berikan 500 ribu saya pikir tidak terlalu besar.” Tambahnya.
“apalagi di daerah lain seperti Jimbrana (Bali) sudah melakukan itu bahkan nominalnya jauh lebih besar,” tutupnya. (Ten*)