LOMBOK TENGAH, radarntb.com – Pernikahan viral di Lombok Tengah yang melibatkan tradisi “merarik” atau kawin lari terus bergulir. Laskar NTB menyatakan pasang badan dan menyoroti dugaan kriminalisasi terhadap nilai agama dan budaya lokal.
Ketua Umum Laskar NTB Muhammad Agus Setiawan, sekaligus tim kuasa hukum kedua mempelai, menegaskan hal ini dalam konferensi pers di Petak Daye, Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Senin (26/05/2025).
Agus Setiawan menyebut laporan yang dibuat oleh seorang oknum dosen dari universitas ternama di NTB sebagai tindakan kriminalisasi.
“Ini adalah tindakan kriminalisasi terhadap nilai agama dan budaya, di mana tradisi ‘maling’ (kawin lari, red) sudah diterapkan dari zaman orang tua dulu,” tegasnya.
Agus menduga ada kepentingan pribadi di balik laporan tersebut, terutama untuk popularitas. Ia menyayangkan pelapor yang notabene seorang dosen justru mengambil langkah hukum berdasarkan video yang beredar di media sosial tanpa melakukan investigasi langsung ke lapangan.
“Saya menduga ini ada kepentingan pribadi [popularitas], namun sangat disayangkan ia sebagai dosen di salah satu kampus ternama di NTB, mengambil tindakan dari media sosial yang beredar tanpa turun ke lapangan, dan itu dasarnya untuk melaporkan ke Polres Lombok Tengah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agus menambahkan bahwa pernikahan tersebut tidak sejalan dengan tuntutan pelapor yang menyebut adanya tindakan pemaksaan terhadap anak di bawah umur.
Menurutnya, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun, termasuk dari keluarga kedua mempelai.
Ia juga menduga laporan ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap nilai agama syiar Islam yang menghalalkan sebuah hubungan pernikahan.
“Jika laporan itu benar, pasti ada korban dan tersangka, namun di sini tidak ada hal itu,” kata Agus, sembari mempertanyakan posisi pelapor yang bukan berasal dari keluarga kedua mempelai.
Sementara itu, Kepala Desa Braim Lalu Januarsa Atmaja, menyayangkan tindakan pelapor yang langsung melapor tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu, apalagi pelapor juga tergabung dalam sebuah lembaga pemerintah.
“Sangat disayangkan belum terjadi klarifikasi namun sudah melapor dulu, dan juga ia juga tergabung dalam lembaga pemerintah melapor dan mengecek kebenarannya terlebih dahulu,” kata Januarsa.
Syarifuddin, Kepala Dusun setempat, menceritakan kronologi pernikahan tersebut. Menurutnya, pernikahan “merarik” ini terjadi dua kali. Pertama, kedua pengantin sempat dipisahkan oleh pihak keluarga.
Namun, kata Syarif, berselang dua minggu, pengantin pria kembali membawa lari mempelai wanita ke Sumbawa dan bersembunyi di rumah pamannya selama dua hari dua malam.
Akhirnya, pihak keluarga wanita meminta agar keduanya dinikahkan saja demi menghindari mudarat bagi keluarga.
Senada dengan itu, TGH Makmur Saleh, Pimpinan Datoq Lopan Center sekaligus tokoh agama, menegaskan bahwa pernikahan tersebut tidak ada masalah dan tidak bertentangan dari segi agama.
“Dari pernikahan itu tidak ada masalah, itu sah, tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Ini adalah sebuah budaya di Lombok, yang di mana tradisi itu merupakan peninggalan dari orang tua kita dulu,” ujarnya.
Pewarta: Herwan Zaelani
Editor: M2