Banner Iklan Aruna

PERKEMBANGAN KECERDASAN BUATAN DI DALAM PENDIDIKAN

  • Bagikan
PERKEMBANGAN KECERDASAN BUATAN DI DALAM PENDIDIKAN
Lukman Hakim Muhaimin, Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia, penulis Opini berjudul PERKEMBANGAN KECERDASAN BUATAN DI DALAM PENDIDIKAN

Tulisan berjudul “Perkembangan Kecerdasan Buatan di Dalam Pendidikan” ini adalan sebuah opini tentang peluang dan tantangan, yang dipersembahkan oleh Lukman Hakim Muhaimin Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.

PERKEMBANGAN KECERDASAN BUATAN DI DALAM PENDIDIKAN

Perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Dimulai dari hadirnya komputer, internet, hingga perangkat mobile, teknologi telah mempercepat arus informasi dan memudahkan akses pengetahuan tanpa batas ruang dan waktu. Dalam lingkup pendidikan, transformasi digital ini tidak hanya mengubah cara kita mencari dan mengelola informasi, tetapi juga memengaruhi metode pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa, serta sistem administrasi pendidikan.

Di tengah kemajuan ini, kecerdasan buatan (AI) muncul sebagai inovasi terbaru yang menawarkan potensi luar biasa dalam dunia pendidikan. AI mampu membantu guru menghemat waktu dengan mengotomatisasi penilaian, menganalisis perkembangan belajar siswa, dan merekomendasikan strategi pengajaran yang lebih efektif. Guru pun bisa lebih fokus membimbing, berinovasi, dan membangun hubungan yang lebih personal dengan siswa. Bagi siswa, AI membuka akses ke sumber belajar yang tak terbatas. Siswa dapat mencari materi pelajaran secara mandiri, mengeksplorasi topik yang mereka minati secara mendalam, dan mendapatkan penjelasan yang disesuaikan dengan gaya belajar masing-masing. Bahkan, AI dapat memberikan umpan balik instan, sehingga siswa tahu di mana letak kekurangan mereka dan bisa segera memperbaikinya. Dengan kata lain, AI menjadi puncak dari evolusi teknologi pendidikan yang sebelumnya hanya bersifat pasif dan satu arah, kini berubah menjadi pengalaman belajar yang lebih interaktif, adaptif, dan responsif terhadap kebutuhan setiap individu.

Namun, di balik peluang besar tersebut, terdapat tantangan yang tidak bisa diabaikan, baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru, tantangan utamanya adalah bagaimana tetap relevan dan berperan aktif di tengah kehadiran AI yang semakin canggih. Guru dihadapkan pada risiko peran mereka tergantikan oleh teknologi, terutama jika hanya berfungsi sebagai penyampai materi atau operator alat. Untuk itu, guru harus terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi, agar tidak sekadar menjadi pelengkap, tetapi tetap menjadi pendidik sejati yang mampu membimbing, menginspirasi, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan—hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Sementara itu, bagi siswa, tantangan yang muncul adalah risiko ketergantungan pada AI. Jika tidak diawasi dan diarahkan dengan bijak, siswa bisa saja menjadi terlalu pasif, hanya menerima jawaban instan dari AI tanpa berusaha berpikir kritis atau mencari solusi sendiri. Bahkan, ada potensi siswa menjadi “terbelenggu” dalam respons AI, kehilangan rasa ingin tahu, kreativitas, dan kemampuan untuk belajar secara mandiri. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menimbulkan kecanduan teknologi dan menurunkan kualitas interaksi sosial maupun kemampuan problem solving yang sangat penting dalam kehidupan nyata.

Agar potensi AI di dunia pendidikan benar-benar maksimal tanpa menimbulkan dampak negatif, AI sebaiknya diposisikan sebagai perpanjangan kognisi, bukan sebagai pengganti guru. Guru tetap menjadi sosok sentral yang membimbing, menginspirasi, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu, guru perlu terus mengembangkan diri, mengikuti pelatihan teknologi, dan berkolaborasi dengan AI untuk menciptakan pembelajaran yang lebih kreatif dan bermakna. Dengan begitu, AI menjadi alat yang memperkuat peran guru, bukan menggesernya. Di sisi lain, bagi siswa, penting untuk menanamkan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis sejak dini. Siswa harus didorong untuk menggunakan AI sebagai alat eksplorasi, bukan sekadar mesin pencari jawaban instan. Guru dan orang tua dapat membimbing siswa agar tetap aktif bertanya, menganalisis, dan berani mencoba solusi sendiri. Dengan cara ini, AI menjadi jembatan menuju pembelajaran yang lebih mandiri, kreatif, dan menyenangkan—bukan jebakan yang membuat siswa pasif dan kehilangan rasa ingin tahu. Agar potensi AI di dunia pendidikan benar-benar maksimal tanpa menimbulkan dampak negatif, kita perlu bersikap kritis dan selektif—bukan sekadar menerima setiap inovasi secara mentah-mentah. Pendekatan reductionisme sangat penting dengan memilah, menelaah, dan hanya mengadopsi teknologi yang benar-benar memberi nilai tambah bagi proses belajar-mengajar.

Pada akhirnya, kehadiran AI di dunia pendidikan adalah peluang emas yang harus dimanfaatkan dengan bijak. AI bukanlah ancaman, melainkan mitra yang dapat memperkaya proses belajar-mengajar jika digunakan secara kritis dan proporsional. Dengan menempatkan guru sebagai pusat inspirasi dan membekali siswa dengan literasi digital serta kemampuan berpikir kritis, kita dapat menciptakan mileu pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berdaya saing tinggi. Masa depan pendidikan bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang bagaimana manusia memanfaatkannya untuk membangun generasi yang cerdas, kreatif, dan berkarakter. Inilah tantangan sekaligus harapan besar bagi pendidikan di Indonesia.

Lukman Hakim MuhaiminMahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia
Lukman Hakim Muhaimin, Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia, penulis Opini berjudul PERKEMBANGAN KECERDASAN BUATAN DI DALAM PENDIDIKAN
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *