MANDALIKA, radarntb.com — Pertamina Grand Prix (MotoGP) of Indonesia 2025 tak hanya merayakan kecepatan, tetapi juga kekayaan budaya Indonesia. Hal ini terwujud dalam piala kemenangan yang diserahkan langsung oleh Menpora Erick Thohir kepada pemenang MotoGP, Fermin Aldeguer. Trofi ini bukan sekadar lambang juara, melainkan karya seni sarat filosofi yang menyatukan tradisi Suku Sasak dengan semangat kompetisi global.
Direktur Utama MGPA Priandhi Satria, menjelaskan, piala Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 adalah perpaduan budaya dan modernitas.
Di balik kemegahannya, tersemat kisah Sweda, rumah kerajinan perak dari Yogyakarta, yang dipercaya menjadi pembuat resmi piala para juara dunia di Mandalika.
Trofi ini dirancang dengan visi kuat: menghormati keunggulan pembalap dunia sekaligus merayakan budaya Nusantara. Desainnya adalah harmoni antara tradisi lokal Lombok dengan energi modern ajang MotoGP.
“Piala yang kami buat ini, lebih dari sekadar simbol kemenangan, piala Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025. Ini adalah karya seni yang menyatukan tradisi, budaya, dan semangat modernitas Indonesia,” jelas Priadhi.
“Di balik kemegahan trofi itu terdapat kisah panjang tentang Sweda, rumah kerajinan perak asal Yogyakarta, yang menjadi pembuat resmi piala untuk para juara dunia di Mandalika,”imbuhny.
Konsep utama trofi ini berakar kuat pada motif dan pola khas Suku Sasak, masyarakat asli Lombok. Elemen desain kuncinya meliputi:
- Motif “T Pattern” yang memadukan pola tradisional Sasak dengan bentuk lintasan Sirkuit Mandalika.
- Motif “Subahnale”, corak khas Lombok yang kaya makna spiritual, melambangkan kekuatan tangan manusia dalam berkarya.
- Batu Alam Lombok pada bagian dasar, merepresentasikan kekayaan alam pulau.
- Bentuk melingkar (Circular Form), melambangkan siklus kehidupan dan perjalanan menuju kemenangan.
- Inspirasi Gendang Beleq, alat musik tradisional Lombok, yang menjadi simbol semangat dan kebanggaan lokal.
Trofi ini berfungsi sebagai jembatan antara identitas Indonesia dan panggung kompetisi global. Secara teknis, piala dibuat dari aluminium dan resin berkualitas tinggi, yang kemudian dilapisi ukiran tangan khas Sweda, mencerminkan perpaduan kekuatan (material) dan fleksibilitas (seni).
Di balik keindahan trofi ini berdiri Sweda, rumah seni kriya berbasis di Yogyakarta. Mereka dikenal karena keahliannya memadukan kerajinan tradisional perak dengan sentuhan desain modern.
Nama “Sweda” sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “jari-jari tangan”, menegaskan filosofi bahwa setiap karya dibuat dengan sentuhan tangan dan jiwa.
Para pengrajin Sweda tetap mempertahankan metode kerja tradisional dalam memotong, mengukir, menyolder, hingga memoles setiap detailnya.
Pemilihan Sweda sebagai pembuat piala bukan tanpa alasan. Mereka dinilai mampu mewakili filosofi yang diusung oleh Pertamina, Injourney, MGPA, dan Dorna Sports, yaitu:
- Mengusung nilai autentik Indonesia melalui pendekatan kriya tradisional.
- Menjaga kualitas dan presisi setara standar internasional MotoGP.
- Menghadirkan makna simbolis yang dalam—perpaduan budaya Sasak, keindahan Mandalika, dan semangat global kompetisi.
Saat diserahkan di podium utama, piala ini melampaui makna supremasi olahraga. Ini adalah manifestasi kebanggaan nasional. Dibuat oleh pengrajin dalam negeri, piala ini menunjukkan bahwa karya anak bangsa mampu bersanding dengan produk global.
Piala Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 adalah simbol persatuan antara olahraga, budaya, dan kreativitas Indonesia. Ini bukan sekadar penghargaan, melainkan karya seni bernilai tinggi yang merangkum kekayaan budaya, ketekunan tradisi, dan semangat kemajuan bangsa.
Melalui piala yang sarat makna ini, Indonesia menegaskan diri sebagai tuan rumah yang kaya seni, budaya, dan identitas, menyampaikan pesan universal: kemenangan sejati adalah hasil dari kerja keras, warisan, dan kebanggaan akan akar budaya sendiri.













